PMKRI CABANG BOGOR ST. JOSEPH A CUPERTINO MENYIKAPI PENGGUSURAN RATUSAN RUMAH WARGA ADAT DESA NAGAHALE OLEH PT. KRISTUS RAJA DI DUGA MILIK KEUSKUPAN MAUMERE.

Warga menolak penggusuran oleh PT. Kristus raja Maumere Sikka NTT (foto,Dokumentasi)
Desa Nagahale bukanlah sekadar hamparan tanah tanpa sejarah. Sejak tahun 1912, warga adat telah bermukim dan membangun kehidupan mereka di sana. Mereka hidup secara turun-temurun, mengolah tanah, membangun rumah, serta menjaga adat dan budaya yang telah menjadi identitas mereka selama lebih dari satu abad. Namun, kini mereka dihadapkan pada kenyataan pahit, ketika tanah yang mereka tempati justru menjadi ajang perebutan dan kepentingan ekonomi, di mana mereka digusur atas nama investasi oleh perusahaan yang dimiliki oleh Keuskupan Maumere. https://www.bbc.com/indonesia/articles/c77rd475d82o
Penggusuran ini bukan hanya tindakan yang merampas hak hidup masyarakat, tetapi juga mencerminkan wajah kapitalisme yang semakin merajalela, bahkan dalam institusi yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Keuskupan, yang seharusnya melindungi dan mendampingi umat, justru berperan sebagai pelaku utama dalam penggusuran ini. Gereja yang seharusnya menjadi tempat berlindung bagi kaum kecil, kini justru menunjukkan keberpihakannya pada kepentingan modal dan mengabaikan mereka yang selama ini berada dalam perlindungannya.
Sangat disayangkan bahwa para pastor yang seharusnya menjadi gembala yang menuntun umat kepada keselamatan justru terlibat dalam aksi yang bertolak belakang dengan ajaran Kristiani. Bukannya membawa damai dan pengharapan, mereka malah memimpin alat-alat berat untuk meruntuhkan rumah warga. Ini bukanlah gambaran gereja yang kita kenal dan cintai, melainkan sebuah pengkhianatan terhadap nilai-nilai Katolik yang menjunjung tinggi kasih, keadilan, dan solidaritas.
Dari sudut pandang etis, tindakan ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan sosial. Hak Guna Usaha (HGU) yang digunakan sebagai dasar penggusuran ini tidak serta-merta memberikan hak mutlak kepada pihak perusahaan untuk mengeksekusi tanah secara semena-mena. HGU sejatinya adalah hak sewa atas tanah milik negara, bukan kepemilikan mutlak, dan keberadaannya tidak boleh menjadi alat untuk menindas masyarakat adat yang telah hidup di tanah tersebut selama lebih dari seratus tahun. Penggusuran ini bukan hanya merugikan warga yang terdampak, tetapi juga mencerminkan ketidakadilan struktural yang tidak boleh dibiarkan terjadi.
Dalam perspektif perjuangan PMKRI yang berlandaskan keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati, penggusuran ini tidak ubahnya dengan bentuk eksploitasi yang kerap terjadi dalam sistem kapitalisme yang rakus. Bahkan, tindakan ini mendekati pola yang sering ditemukan dalam sistem komunisme otoriter, di mana segelintir elite memaksakan kehendaknya atas rakyat tanpa memperhitungkan hak-hak mereka. Gereja seharusnya berdiri sebagai benteng terakhir bagi yang tertindas, bukan justru menjadi bagian dari kelompok penindas.
Kami mendesak Keuskupan Maumere untuk segera menghentikan tindakan penggusuran yang tidak berperikemanusiaan ini dan memberikan solusi yang adil bagi warga yang terdampak. Keuskupan harus kembali pada nilai-nilai luhur gereja yang menjunjung tinggi kemanusiaan, bukan malah berperan sebagai alat eksploitasi ekonomi. Selain itu, kami juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersolidaritas dengan warga Nagahale dalam memperjuangkan hak mereka, agar tidak ada lagi praktik penindasan berkedok investasi di masa depan.
Perjuangan ini bukan hanya tentang mempertahankan tanah, tetapi juga mempertahankan prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan yang telah lama diperjuangkan. PMKRI akan terus berdiri di garis depan membela hak-hak rakyat tertindas, karena bagi kami, keberpihakan kepada kaum kecil adalah panggilan moral yang tidak bisa ditawar.
Penulis : Igo Rangga Presidium Gerakan Kemasayarakatan Periode 2024-2025