FILOCIPTA Episode 1 “Stoikisme sebagai Filsafat Pengendalian Diri melalui Lensa Fisika, Logika, dan Etika”

0

Stoikisme adalah filsafat yang menekankan pengendalian diri, rasionalitas, dan kebijaksanaan dalam menghadapi tantangan hidup. Melalui pendekatan fisika, logika, dan etika, stoikisme memberikan wawasan mendalam tentang hubungan manusia dengan alam semesta, pikiran, dan moralitas. Stoik kerap menggambarkan filsafat sebagai ladang yang subur: logika sebagai pagar yang mengelilingi, etika sebagai tanaman, dan fisika sebagai tanah atau pepohonan yang menopang semuanya.

1. Fisika Stoik

Dalam stoikisme, fisika mencakup pemahaman tentang alam semesta dan hukum- hukumnya. Stoik percaya bahwa alam semesta diatur oleh prinsip logos, yaitu rasionalitas universal yang menjadi dasar keberadaan. Dalam konteks ini, stoikisme mendorong manusia untuk hidup selaras dengan alam.

Fisika modern, yang mempelajari hukum-hukum alam, dapat menjadi pendekatan untuk memahami prinsip stoik ini. Dengan memahami bagaimana alam bekerja, manusia dapat menerima peristiwa alami dengan lapang dada, mengingat bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan tatanan kosmis.

Stoikisme juga mengajarkan tentang dua prinsip utama: Prinsip Aktif dan Prinsip Pasif. Prinsip aktif, yaitu rasionalitas atau pneuma (roh), berfungsi sebagai penggerak; sementara prinsip pasif, yaitu ontologi atau tubuh, adalah hal yang digerakkan. Hal ini menyerupai hukum kelembaman dalam fisika, di mana suatu objek tetap diam atau bergerak lurus beraturan kecuali ada gaya eksternal yang mengubahnya.

Tuhan Kaum Stoa memahami Tuhan sebagai entitas jasmani yang merupakan prinsip aktif di alam semesta. Tuhan digambarkan sebagai akal budi abadi (logos) dan “napas perancang” (pneuma) yang menyusun materi sesuai dengan rencananya. Tuhan bersifat imanen, hadir di seluruh kosmos, mengatur perkembangan hingga ke detail terkecil, dan memberikan kehidupan pada seluruh alam semesta. Seluruh kosmos dianggap sebagai makhluk hidup yang bergerak di bawah arahan Tuhan. Api perancang diibaratkan seperti benih yang mengandung prinsip-prinsip perkembangan. Tuhan bertindak secara teratur, rasional, dan penuh takdir, berbeda dari dewa-dewa dalam mitologi Yunani yang sering bertindak acak dan tak terduga

Jiwa, kaum Stoa berpendapat bahwa jiwa bersifat jasmani karena memiliki efek kausal terhadap tubuh. Jiwa adalah “pneuma”, suatu jenis tubuh yang bertanggung jawab atas koherensi dan aktivitas vital seperti nutrisi, pertumbuhan, serta persepsi. Pneuma ini memungkinkan jiwa bergerak dan membentuk impuls. kaum Stoa juga membedakan makhluk berjiwa berdasarkan kemampuan representasional dan motivasional. Manusia dewasa, dengan akal budi (logos), disebut “rasional”, sedangkan hewan disebut “non-rasional” (alogos). Perbedaan utamanya adalah kemampuan persetujuan atau pengambilan sikap rasional terhadap kesan-kesan yang diterima. Jiwa rasional memungkinkan evaluasi kritis dan penilaian atas pengalaman.

Contohnya: Menghadapi Peristiwa Tak Terduga dengan Rasionalitas dan Penerimaan Misalnya, ketika seseorang terjebak dalam kemacetan lalu lintas yang menghambat perjalanan penting, stoikisme mengajarkan untuk menerima situasi ini sebagai bagian dari tatanan alam semesta yang lebih besar. Daripada marah atau frustrasi, orang tersebut bisa memanfaatkan prinsip logos (rasionalitas) untuk berpikir, “Saya tidak dapat mengontrol kemacetan ini, tetapi saya bisa mengontrol bagaimana saya meresponsnya.” Dengan begitu, ia bisa memilih untuk tetap tenang, mendengarkan musik yang menenangkan, atau merenungkan rencana hariannya. Sikap ini mencerminkan penerimaan terhadap apa yang tidak bisa diubah (prinsip pasif) sambil memaksimalkan tindakan yang dapat dilakukan dalam situasi tersebut (prinsip aktif).

2. Logika Stoikisme
Logika dalam stoikisme adalah alat untuk berpikir jernih dan memahami realitas. Stoikisme menekankan pentingnya membedakan antara apa yang ada dalam kendali kita dan apa yang tidak. Di era modern, logika menjadi dasar ilmu pengetahuan dan pengambilan keputusan yang rasional. Stoikisme menawarkan pandangan bahwa ketenangan batin dapat dicapai dengan berpikir logis dan tidak membiarkan emosi mendominasi pikiran.

Dalam organisasi PMKRI, logika stoik dapat diterapkan dalam berbagai aspek, seperti: Kepemimpinan yang bijaksana dan tenang: Pemimpin yang bijak akan mengambil keputusan berdasarkan rasionalitas, tanpa terbawa emosi.

Diskusi yang terbuka dan rasional: Pemimpin dan anggota dapat menggunakan logika untuk menghormati perbedaan pendapat dan menemukan solusi terbaik.

Integritas dalam bertindak: Dengan pendekatan logis, seorang pemimpin dapat menjadi teladan dalam menjaga ketenangan di tengah tekanan.

3. Etika Stoikisme

Etika adalah inti dari stoikisme. dalam aliran stoikisme, Fisika dan logika melayani etika. Filosofi ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari hidup berdasarkan kebajikan, seperti keadilan, keberanian, dan kebijaksanaan. Stoik percaya bahwa berbuat baik bukanlah karena takut hukuman, melainkan karena itu adalah tindakan yang benar.

Dalam dunia modern, di mana moralitas sering dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau tekanan sosial, stoikisme mengingatkan pentingnya integritas dan hidup sesuai dengan prinsip luhur. Etika stoik juga mengajarkan empati dan kepedulian terhadap sesama, yang relevan di tengah tantangan global seperti ketimpangan sosial dan krisis lingkungan.

Pengendalian Diri dalam Kepemimpinan

Pengendalian emosi adalah kunci dalam kepemimpinan, khususnya di organisasi seperti PMKRI. Seorang pemimpin stoik akan: Tetap tenang dalam menghadapi konflikatau tekanan; Mendengarkan perbedaan pendapat dengan bijaksana;

Merumuskan solusi berdasarkan logika, bukan emosi.

Sebagai contoh, dalam rapat organisasi, seorang pemimpin stoik akan memprioritaskan dialog rasional dibanding perdebatan yang melibatkan emosional. Dengan demikian, keputusan yang diambil akan mencerminkan kebijaksanaan dan keberanian moral.

 

Catatan : Tulisan ini merupakan hasil kajian rutin Filsafat mingguan PMKRI Bogor dinamakaan Filocipta

Penulis: Afrem Tody  (PHPT PMKRI Bogor 2024-2025) & Tim FILOCIPTA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *