
(PMKRIBOGOR) – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) menyelenggarakan perayaan Dies Natalis ke-78 dengan mengangkat tema “Memperkokoh Semangat Kebangsaan Menuju Indonesia Berdaulat”. Kegiatan ini berlangsung pada Rabu, 28 Mei 2025, di Ballroom Oria Hotel, Jakarta, dan dihadiri oleh Menteri Agama Republik Indonesia.
Dalam sambutannya, Menteri Agama menekankan bahwa agama memiliki peran penting sebagai penuntun moral dan jalan menuju keselamatan. Ia menggambarkan agama sebagai “rem kehidupan” yang membatasi manusia dari tindakan yang menyesatkan serta mendorong mereka untuk menjalani hidup yang lurus dan benar.
“Agama adalah rem kehidupan. Ia membatasi kita dari hal-hal yang menyesatkan dan menuntun kita menuju keselamatan,” ungkap Nasaruddin di hadapan kader PMKRI.
Ia menambahkan, “Semakin kita menjauh dari nilai-nilai agama, semakin sulit hidup ini. Namun semakin kita mendalami Kitab Suci, kita akan menjadi pribadi yang lebih bijak, lebih toleran, dan penuh kasih.”
Menteri Agama juga menyampiakan konsep “kurikulum cinta” sebagai pendekatan dalam pendidikan agama. Menurutnya, agama harus diajarkan dengan menekankan nilai-nilai kasih, bukan hanya sebagai kumpulan aturan yang kaku. Pendekatan ini, katanya, penting untuk membentuk manusia yang lebih menghargai sesama dan menciptakan perdamaian.
“Kita harus membangun pendidikan agama yang mengedepankan cinta kasih. Itulah pesan universal dari banyak tokoh agama, termasuk Paus Fransiskus. Agama bukan sekadar doktrin, tapi jalan menuju kedamaian,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A., turut membagikan pengalaman spiritual yang sangat berkesan saat bertemu dengan Paus Fransiskus. Ia menyebut momen itu sebagai salah satu peristiwa paling mendalam dalam hidupnya. Pada tahun 2024, sebuah momen bersejarah terekam ketika Paus Fransiskus mencium tangan Menteri Nasaruddin Umar sebagai bentuk penghormatan dan persaudaraan lintas iman. Dalam kesempatan yang sama, Menteri Agama juga membalas dengan mencium tangan Paus sebagai wujud rasa hormat dan cinta kasih universal. Momen langka tersebut menjadi simbol kuat dialog antaragama serta mencerminkan eratnya hubungan antara Indonesia dan Takhta Suci Vatikan. Ketika Paus Fransiskus wafat, Nasaruddin Umar mendapat undangan langsung dari Roma untuk memberikan penghormatan terakhir. “Saya terharu, ternyata saya masih diingat,” kenangnya dengan penuh haru, sambil menegaskan bahwa perjumpaannya dengan Paus akan selalu menjadi bagian penting dari perjalanan spiritual.
Ia kemudian menyoroti keajaiban bangsa Indonesia yang sangat majemuk. Dengan lebih dari 15.000 pulau, ratusan bahasa, suku, dan agama, Indonesia tetap bersatu sebagai satu bangsa. Bahkan, menurutnya, secara geografis dan kultural, Indonesia bisa saja terbagi menjadi 19 negara.
“Keberagaman ini luar biasa. Tapi justru dari keragaman itu muncul kekuatan. Kita bisa hidup damai bukan karena seragam, tapi karena kita sepakat untuk saling menghargai. Inilah keajaiban Indonesia,” jelasnya.
Menutup pidatonya, Nasaruddin mengajak seluruh elemen bangsa, khususnya generasi muda dan kader PMKRI, untuk terus menjaga tiga dimensi kerukunan: kerukunan antar sesama manusia, kerukunan antara manusia dan lingkungan, serta kerukunan antara manusia dan Tuhan.
Perayaan Dies Natalis ke-78 PMKRI ini menjadi momen reflektif yang memperkuat semangat lintas iman, toleransi, serta komitmen dalam membangun masyarakat yang adil, damai, dan beradab.
Penulis : Jelsius Nong Osko Mada